Wednesday, October 7, 2015

Pengingat, dari Pelatihan Penyandang Disabilitas

Setelah pelatihan dengan peserta penyandang disabilitas,
sebenarnya dengan pelatihan semacam ini orang yang diharuskan untuk banyak belajar adalah kami selaku instruktur. Mungkin benar kami lebih memahami teknis pelaksanaan, prosedur operasional standar, serta prosedur keselamatan yang dilakukan. Namun dalam hal pembelajaran dari kegiatan, justru kami yang sepantasnya belajar dari rekan - rekan penyandang disabilitas. Mengenai kebersyukuran, atas apa yang melekat, atas apa yang dimiliki. Mengenai cara menikmati hidup, bagaimana cara bergembira atas keterbatasan yang ada.

Salah satu aktivitas yang dilakukan adalah rock climbing, coba bayangkan penyandang low vision yang meraba dinding batu dengan sedikit penglihatan untuk memanjat dinding batu setinggi lebih kurang 20 meter. Atau kemauan kuat penyandang tuna daksa, yang memiliki keterbatasan gerak pada kaki, memiliki kemauan keras untuk memanjat dinding batu meskipun dengan bantuan rekan. 
Namun, hal unik itu ketika seorang penyandang low vision masih memberikan apresiasi terhadap kemauan keras si tuna daksa untuk bisa menaklukkan tantangan rock climbing, padahal dirinya sendiri juga memiliki keterbatasan penglihatan. Dirinya pun tak kalah memiliki motivasi yang kuat untuk menuntaskan tantangan. si tuna netra masih bisa bersyukur atas keterbatasan yang dimiliki, bentuk syukurnya adalah dengan berusaha semaksimal mungkin untuk menghadapi tantangan yang ada.

Benar memang, justru instrukturnya yang harus mencerna apa yang diucapkannya sendiri. Syukur itu dengan tiga cara, Meyakini bahwa semua ini datangnya dari Sang Pencipta kehidupan, melafalkan kesyukuran dan terimakasih, selanjutnya dengan memanfaatkan apa yang telah diberikan sesuai dengan jalan yang diridhoi oleh Yang Maha Memberi. 

Ups, tunggu dulu... sebenarnya yang mau saya bahas adalah cara mereka bergembira dengan keterbatasan yang ada. Malam itu, malam terakhir sebelum selesai pelatihan. Para peserta sedang menyiapkan untuk perform saat closing pelatihan. Setelah selesai berlatih, beberapa dari mereka berkumpul bersama seorang pendamping, bernanyi bersama diiringi petikan gitar sang pendamping. Menyanyikan lagu Koes Plus, Saya mengikuti sekenanya karena tidak hafal liriknya, sungguh gembira rasanya melihat mereka sangat menikmatinya. Berbagai polah memang, karena kebanyakan masih usia tingkat sekolah dasar dan menengah. Ada  dari mereka yang mengikuti irama sambil berjoget, menggoyang badan sekenanya, bagi si tuna netra, gerakan tersebut merupaka bentuk ekspresi. Mereka tidak pernah melihat cara menari orang lain atau seperti di tv, gerakan mereka murni dari mereka sendiri. 

Lucu rasanya ketika diri ini terlalu sering melihat ke atas sehingga lupa untuk bersyukur atas apa yang ada, yang dimiliki. Padahal, hal sederhana justru sering terlewat, mengenai cara menikmati hidup, bergembira dan berdamai dengan keadaan. Ya, kuncinya bersyukur. Jangan sampai menunggu kenikmatan itu dicabut sehingga kita baru menyadari bahwa hal itu ternyata sangat berarti. Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugrah. Tetap jalani hidup ini, melakukan yang terbaik. Penggalan lirik dari D'Masiv memang paling pas, tapi ada satu lagi... Rasa kehilangan hanya akan ada, jika kau pernah merasa memilikinya, saat pelatihan dan menyampaikan ke rekan - rekan peserta di sesi sharing kegiatan solo night, sering saya teringat lirik dari Letto tersebut. So guys, bersyukurlah, karena barangsiapa yang bersyukur akan ditambah nikmatnya...